Pemisahan pemilu nasional dan lokal oleh Mahkamah Konstitusi jadi momentum emas untuk memperjelas demokrasi kita yang sebelumnya terlalu multitasking.
Momentum bersihkan demokrasi dari politik uang
Setelah bertahun-tahun menjalani eksperimen demokrasi seperti acara reality show tanpa skrip, akhirnya Mahkamah Konstitusi memutuskan sesuatu yang membuat kita semua bisa menarik napas lega: pemisahan pemilu nasional dan lokal. Ya, tak perlu lagi rakyat memaksakan lima pilihan hidup dalam satu hari, di bilik suara yang lebih sempit dari lemari arsip kelurahan. Pada Kamis, 26 Juni 2025, Mahkamah Konstitusi tampil sebagai pahlawan nasional dengan menyatakan bahwa pemilu nasional (presiden, DPR, DPD) harus digelar duluan, sedangkan pemilu lokal (gubernur, wali kota, bupati, dan DPRD) menyusul paling cepat dua tahun kemudian. Akhirnya, kita tidak perlu lagi berpura-pura memahami lima lembar surat suara sambil dikejar mata panitia TPS dan suara klakson ojol. Putusan ini seperti kopi tanpa gula: pahit, tapi jujur. Karena dalam kenyataannya, demokrasi Indonesia selama ini sudah terlalu manis dengan janji “sinkronisasi nasional-daerah” tapi pahit dalam pelaksanaannya. Karena, mari jujur: kapan …
Tentang
Mengomentari politik, hukum, dan urusan luar negeri.