Penangkapan mahasiswa PMII bukti ruang demokrasi makin sempit. Tiga kader ditangkap saat membentangkan spanduk kritik terhadap Fufufafa.
Fufufafa lewat, demokrasi minggir
Selamat datang di republik yang katanya demokratis, tapi alergi terhadap kritik, terutama jika ditujukan kepada anak presiden yang sekarang sudah menjelma jadi wakil presiden. Penangkapan mahasiswa PMII di Blitar saat menyuarakan keresahan warga negara bukan cuma memalukan, tapi juga mencerminkan wajah asli demokrasi yang katanya "paling besar di Asia Tenggara", tapi ternyata kecut kayak jeruk busuk. Tiga kader PMII hanya membentangkan spanduk bertuliskan "Omon-omon 19 juta lapangan kerja?" dan "Dinasti tiada henti", langsung dibungkus, diamankan, dihalau, dibungkam—pokoknya semua istilah steril ala aparat dipakai. Padahal, mereka cuma mahasiswa, bukan teroris. Yang mereka bawa cuma spanduk, bukan granat. Kita ini hidup di negeri yang mengklaim kebebasan berpendapat dijamin konstitusi. Tapi setiap kali ada suara warga negara sedikit nyaring, langsung dibilang menggangu ketertiban, menodai ketenangan, bahkan mengancam VVIP. Jadi, sekarang mahasiswa bawa post…
Tentang
Mengomentari politik, hukum, dan urusan luar negeri.