Prabowo sambut Anwar Ibrahim dengan pelukan diplomatik

Kedatangan PM Anwar Ibrahim dibalas penuh cinta oleh Presiden Prabowo, lengkap dengan pelukan, cium pipi, dan semobil romantis menuju Istana Merdeka.

Prabowo sambut Anwar Ibrahim dengan pelukan diplomatik. © Hafidz Mubarak A/Antara
Presiden Prabowo Subianto (kiri) dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim (kedua kiri) menginspeksi pasukan dalam upacara kenegaraan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/6/2025). © Hafidz Mubarak A/Antara

Suasana penuh kasih membungkus kedatangan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat siang. Presiden Prabowo Subianto, yang kini menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia dan baru saja kembali dari ritual luar negeri tahunan, menyambut Anwar seperti menyambut sahabat lama yang lama tak bersua: dengan jabat tangan erat, pelukan diplomatik hangat, dan cium pipi kanan-kiri yang nyaris membuat warganet salah paham.

Momen ini bukan sekadar pertemuan kenegaraan, melainkan ajang unjuk keharmonisan antarpemimpin ASEAN yang sudah mulai jenuh dengan pernyataan pers standar. Mungkin bagi Prabowo dan Anwar, hubungan bilateral tak cukup dengan surat diplomatik—perlu sentuhan, pelukan, dan chemistry politik yang bisa viral.

Anwar Ibrahim mendarat sekitar pukul 13.00 WIB, membalas kunjungan Prabowo sebelumnya ke Malaysia pada Januari 2025. Tapi jangan bayangkan penyambutan ala protokol dingin—karpet merah digelar, pasukan kehormatan berjajar, dan Prabowo sendiri berdiri penuh semangat di bawah terik Jakarta demi menyambut sahabat Malaysia yang datang membawa harapan dan mungkin beberapa agenda ekonomi yang belum selesai.

Usai pelukan yang menyaingi adegan film romansa diplomatik, Prabowo langsung menggandeng Anwar menyusuri pasukan kehormatan. Mereka tampak berjalan berdampingan, seperti dua tokoh utama dalam sinetron bertema geopolitik. Bahkan, tak lama kemudian mereka duduk semobil, tak ingin membuang waktu berjauhan. Anwar di kanan, Prabowo di kiri—sebuah simetri politik yang menenangkan hati para pengamat diplomasi.

Dengan iring-iringan kendaraan resmi yang membuat jalanan ibukota sejenak hening, kedua pemimpin melaju menuju Istana Merdeka. Di sanalah upacara penyambutan resmi akan digelar, lengkap dengan upacara kenegaraan, musik pengiring, dan barisan kamera media yang siap mengabadikan setiap senyuman politik.

PM Anwar disambut tak hanya oleh Prabowo, tapi juga oleh jajaran pejabat yang tampak ingin ikut masuk frame, seperti Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Investasi dan CEO segala hal Rosan Roeslani, dan Gubernur DKI Pramono Anung. Semua bersalaman dengan harapan foto mereka ikut viral di akun YouTube Sekretariat Presiden.

Setelah semua prosesi kenegaraan dilewati, kedua pemimpin dijadwalkan melakukan pertemuan empat mata. Sayangnya, tidak dijelaskan apakah pertemuan itu benar-benar hanya empat mata atau delapan, jika dihitung dengan ajudan, penerjemah, dan dua gelas teh. Yang jelas, suasana akan dibuat seintim mungkin, karena dalam diplomasi, kadang kata-kata tak cukup—perlu tatapan penuh makna.

Pembahasan resmi mencakup berbagai hal: dari hubungan bilateral, tindak lanjut agenda ASEAN yang kemungkinan besar belum tuntas, hingga dinamika kawasan dan global yang “jadi perhatian bersama”—frasa diplomatik untuk semua hal yang sedang rusuh di dunia tapi kita belum tahu harus berbuat apa.

Dalam keterangan resmi Wisma Putra, lawatan ini juga merupakan bagian dari persiapan menuju Pertemuan Tahunan ke-13 Indonesia-Malaysia. Angka 13 biasanya dihindari di banyak budaya karena dianggap sial, tapi dalam konteks diplomasi, ini justru dianggap angka penuh keberanian—karena siapa tahu bisa menyelesaikan 13 masalah dalam 13 menit sebelum makan siang bersama.

Pertemuan ke-13 ini dijadwalkan berlangsung tahun ini, dan siapa tahu akan berlangsung dalam suasana yang lebih hangat lagi. Mungkin akan ada penandatanganan MoU sambil pelukan, atau konferensi pers sambil tukar pantun.

Hubungan ekonomi Indonesia dan Malaysia juga cukup menggairahkan. Pada 2024, Indonesia menjadi mitra dagang terbesar ke-6 Malaysia secara global dan ke-2 di Asia Tenggara. Ini bukan sekadar transaksi biasa, tapi bentuk komitmen bahwa cinta antarnegara juga butuh dana operasional.

Mulai dari sawit, gas alam, tenaga kerja, hingga pengusaha properti lintas batas, semua terlibat dalam simfoni ekonomi dua negara yang kini ingin lebih erat dari sebelumnya. Mungkin bukan tidak mungkin, nanti muncul kampanye: “Beli produk Malaysia, cinta tetangga serumpun!”

Melihat keakraban mereka, warganet tak kuasa menahan imajinasi. Ada yang menyebut mereka sebagai duet ASEAN, ada pula yang menyebut hubungan ini sebagai bromance lintas Selat Malaka. Walaupun tentu istilah itu tak akan dipakai dalam laporan resmi Kementerian Luar Negeri.

Namun begitulah politik masa kini—pertemuan pemimpin bukan hanya tentang keputusan strategis, tapi juga tentang narasi, estetika, dan kehangatan yang bisa menenangkan publik yang terlalu sering dijejali konflik.

Sementara itu, warga negara menyimak tayangan penyambutan di YouTube Sekretariat Presiden sambil menyeruput kopi. Sebagian bingung kenapa acara ini berdurasi panjang dan penuh salam-salaman. Sebagian lain hanya berharap hasil dari semua pelukan dan semobil ini bisa membuat harga kebutuhan pokok turun.

Karena pada akhirnya, warga negara tak terlalu peduli siapa cium pipi siapa. Yang mereka inginkan sederhana: jangan sampai semua pelukan di panggung diplomasi hanya jadi tontonan, sementara urusan warga negara tetap dingin seperti birokrasi.

Lainnya

Tentang

Anna Fadiah
Menulis bisnis dan ekonomi, kadang mengomentari isu lingkungan.

Posting Komentar