Revisi KUHAP bermartabat itu bukan cuma kosmetik

Revisi KUHAP bermartabat jadi slogan manis. Jika perlindungan HAM dipinggirkan, hukum tak lebih dari panggung drama yang disutradarai kekuasaan.
Revisi KUHAP bermartabat itu bukan cuma kosmetik
Bayangkan: seorang polisi menangkap warga tanpa surat penahanan. Jaksa menahan tersangka berdasarkan “feeling,” bukan bukti. Dan hakim memberi vonis pakai logika “tampang bersalah.” Selamat datang di Indonesia, negeri di mana KUHAP lebih sering dibaca untuk dimanipulasi ketimbang ditaati. Maka ketika frasa revisi KUHAP bermartabat digembor-gemborkan lagi tahun ini, reaksi publik bisa ditebak: antara skeptis dan jengah. Sejak kapan martabat dipulihkan lewat pasal-pasal yang disusun oleh elit yang gemar kompromi dan tak akrab dengan kata transparansi ? Setiap pidato resmi selalu diawali dengan kalimat sakti: “KUHAP yang baru harus menjunjung tinggi hak asasi manusia.” Tapi kenyataannya, HAM dalam sistem peradilan pidana kita seperti tamu tak diundang. Kalau pun hadir, cuma dijadikan dekorasi meja makan rapat kerja. Padahal, Komnas HAM sudah menjerit dari 20 Juni kemarin. Mereka mengajukan 10 rekomendasi yang masuk akal , seperti: memperkuat keadilan restoratif, menguji alat bukti yang dipero…

Tentang

Mengomentari politik, hukum, dan urusan luar negeri.

Posting Komentar