Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, menegaskan bahwa upaya efisiensi dalam pengelolaan keuangan daerah tidak boleh menjadi alasan untuk menghentikan laju pembangunan di wilayahnya. Pernyataan ini disampaikan saat memberikan penjelasan resmi terhadap Rancangan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2025 dalam rapat paripurna bersama DPRD DIY di Yogyakarta, Kamis, 3 Juli 2025.
“Efisiensi harus dilakukan, tapi pembangunan tetap harus berjalan,” kata Sultan. Dalam situasi fiskal yang menuntut penyesuaian, Sri Sultan meminta agar kebijakan keuangan tetap berpihak pada kebutuhan masyarakat dan menjaga kesinambungan program pembangunan yang telah direncanakan.
Langkah ini sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja negara dan daerah, serta merujuk pada PP Nomor 12 Tahun 2019 dan Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah.
Menurut Sultan, perubahan dalam APBD DIY 2025 menjadi sebuah keniscayaan akibat perkembangan situasi aktual yang tidak sesuai dengan asumsi awal penyusunan anggaran. Beberapa prioritas baru juga belum terakomodasi sehingga perlu penyesuaian untuk menjaga efektivitas kebijakan pembangunan.
“Keuangan daerah adalah instrumen penting untuk pembangunan. Maka itu, harus dikelola secara tertib, efisien, dan akuntabel. Tapi jangan sampai justru menjadi hambatan,” ujarnya di hadapan anggota DPRD.
Dalam perubahan tersebut, pendapatan daerah DIY diproyeksikan mengalami penurunan dari Rp5,02 triliun menjadi Rp4,75 triliun, dengan penurunan terbesar berasal dari pendapatan transfer yang berkurang sekitar Rp290 miliar atau 8,78 persen. Penurunan transfer ini cukup signifikan karena mempengaruhi struktur belanja secara keseluruhan.
Namun demikian, ada peningkatan tipis dalam komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari Rp1,70 triliun menjadi Rp1,73 triliun, sementara pendapatan lain-lain yang sah tetap di angka Rp7,60 miliar. Sultan menyebut peningkatan ini sebagai indikasi positif semangat kemandirian fiskal daerah.
Dari sisi belanja, rancangan APBD Perubahan DIY 2025 memperlihatkan penyesuaian yang cukup signifikan. Total belanja direncanakan sebesar Rp5,03 triliun, turun dari sebelumnya Rp5,23 triliun.
Rincian penyesuaian mencakup:
- Belanja operasi menurun dari Rp3,61 triliun menjadi Rp3,43 triliun
- Belanja modal justru mengalami kenaikan sebesar 2,54 persen, menjadi Rp726,57 miliar
- Belanja tidak terduga dikurangi menjadi Rp23,13 miliar
- Belanja transfer turun menjadi Rp852,15 miliar
Kenaikan belanja modal, menurut Sri Sultan, menjadi prioritas karena diarahkan untuk proyek fisik dan pengadaan strategis yang menyokong kebutuhan infrastruktur jangka panjang. Hal ini mencerminkan komitmen pemerintah daerah untuk tidak menunda proyek-proyek penting hanya karena keterbatasan fiskal.
“Solusinya adalah pembiayaan yang terukur dan bertanggung jawab. Kita tidak bisa menunda program penting hanya karena penyesuaian,” tegasnya.
Untuk menutupi selisih antara pendapatan dan belanja, pemerintah DIY menaikkan target pembiayaan daerah dari sebelumnya Rp211,83 miliar menjadi Rp277,5 miliar. Sri Sultan menekankan bahwa pembiayaan ini akan digunakan secara hati-hati agar tidak menimbulkan beban fiskal di masa depan.
Peningkatan pembiayaan ini merupakan upaya menjaga keseimbangan fiskal agar tetap sehat, tanpa mengorbankan program-program prioritas. Ia menyebut bahwa efisiensi memang menjadi arahan nasional, tetapi tetap perlu pendekatan yang bijak dalam implementasinya.
“Penghematan jangan dimaknai sebagai pemangkasan pembangunan. Kita harus cerdas mengelola fiskal agar efisiensi berjalan, tapi hasil pembangunan tetap dirasakan masyarakat,” tutur Sultan.
Di akhir penyampaiannya, Sri Sultan mengajak DPRD DIY untuk segera membahas dan menyepakati Rancangan Perubahan APBD 2025 secara konstruktif. Ia mengingatkan bahwa waktu pelaksanaan program tahun 2025 yang semakin sempit membutuhkan respon cepat dari seluruh pihak.
“Semoga apa yang kita upayakan bersama dapat membawa manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat DIY,” ucap Sultan seraya menutup penjelasan resminya.
Ajakan itu disambut positif oleh sejumlah anggota dewan yang menilai bahwa transparansi dalam penyusunan perubahan anggaran menjadi kunci untuk memastikan efektivitas program daerah.
Apa yang disampaikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X dalam permintaan efisiensi anggaran merupakan pesan yang lebih besar: efisiensi bukan sekadar pemotongan, tetapi proses untuk mengelola keuangan secara lebih cerdas dan strategis.
Dengan belanja yang lebih fokus, PAD yang sedikit meningkat, dan pembiayaan yang dikendalikan, arah pembangunan di Yogyakarta tetap diharapkan berjalan sesuai target. Kini, tinggal bagaimana DPRD, perangkat daerah, dan masyarakat menjaga agar semangat efisiensi tidak mengorbankan keadilan dan keberlanjutan.