![]() |
Personel grup Stayc beraksi di atas panggung saat konser di Basket Hall GBK, Jakarta, Sabtu (28/6/2025). Jasmine Nadhya Thanaya/Antara |
Sabtu malam, 28 Juni 2025. Lokasi: Basket Hall Senayan. Cuaca: penuh keringat dan teriakan. Suasana: antara festival musik, ujian pelafalan bahasa Korea, dan ladang konten TikTok. StayC, girl group beranggotakan Sumin, Sieun, Isa, Seeun, Yoon, dan J, resmi mendarat di Jakarta tidak hanya sebagai idola, tapi juga sebagai dewa-dewi pelantun irama yang memicu jutaan hormon remaja membludak.
Konser StayC di Jakarta ini bukan hanya konser perdana mereka di Indonesia, melainkan juga ajang gladi resik nasional untuk para Swith—yang sudah siap dari rumah dengan outfit terbaik, lightstick resmi, stamina tidak resmi, dan teriakan yang sudah dilatih sejak malam sebelumnya.
Konser dibuka dengan “Bebe”, lagu terbaru StayC yang menjadi semacam aba-aba tidak tertulis: "Ayo, mari teriak sampai pita suara copot." Lagu itu hanya pemanasan. Dalam waktu kurang dari lima menit, kita sudah lompat ke “1 Thing”, “Poppy”, dan sederet lagu lainnya tanpa jeda—karena siapa butuh oksigen kalau sudah ada serotonin dari idola?
Selama hampir tiga jam dan total 25 lagu, para anggota StayC menari, bernyanyi, dan tersenyum manis, sementara para Swith berteriak, bernyanyi balik, menangis pelan, dan sesekali cek apakah make-up masih utuh.
Banyak yang mengatakan ini adalah konser penuh energi. Tapi energi seperti apa, kita belum tahu pasti—karena belum ada lembaga penelitian yang meneliti efek koreografi “ASAP” terhadap denyut nadi gadis remaja Jakarta.
Setelah tiga lagu pertama, para anggota StayC mulai berbicara. Tentu dengan kalimat-kalimat manis yang sudah pasti akan dikutip ratusan akun fanbase:
“Kalian enerjik, cantik, dan luar biasa kuat,” kata J dari atas panggung, kemungkinan besar sambil heran melihat seseorang di barisan depan lompat selama satu jam nonstop tanpa kehilangan kesadaran.
Mereka kagum karena Swith Indonesia ternyata bukan hanya bisa menyanyi dengan bahasa Korea, tetapi juga dengan pelafalan yang nyaris sempurna. Yoon bahkan sampai melepaskan in-ear monitor hanya untuk memastikan bahwa yang ia dengar bukan playback—melainkan chorus dadakan ribuan orang yang ternyata lebih hafal lirik daripada dirinya sendiri saat latihan pertama.
Di antara lagu grup, konser juga menyelipkan penampilan solo dan unit. Ada Sieun, Seeun, dan J yang tampil bak trio balada. Ada duet Sumin dan Yoon yang membawakan lagu “Fakin” seolah mereka baru saja keluar dari audisi survival show. Dan tentu, Isa tampil solo menyanyikan “Roses” dengan ekspresi penuh penghayatan dan efek lampu yang membuat semua kamera ponsel bekerja keras menyeimbangkan exposure.
Yoon kemudian bertanya, “Swith gimana tadi penampilan unit?”, pertanyaan retoris yang otomatis memicu respons paling otentik dalam bahasa Korea: “Ne!!” Teriakan itu terdengar kompak seperti alarm evakuasi kebakaran, membuktikan bahwa Swith Indonesia tidak hanya belajar lagu, tapi juga memahami cue panggung dan budaya fan chant internasional.
Momen paling emosional (atau absurd tergantung sudut pandang) terjadi ketika para member StayC memuji penggemar Indonesia yang mampu menyanyikan lagu non-title track seperti “Be Mine” dan “Beauty Bomb” dengan pelafalan Korea yang tepat. Bahkan Sieun sampai menyatakan:
“Aku pikir kalian cuma jago nyanyi, tapi ternyata jago nari juga.”
Pernyataan yang bagi sebagian penonton bukan pujian, tapi validasi hidup. Sekarang mereka punya bukti bahwa menonton fancam selama 8 jam sehari bukan buang-buang waktu, tapi latihan keterampilan multibahasa dan kardiovaskular.
Konser StayC di Jakarta bukan sekadar konser. Ini adalah ujian stamina, semangat nasionalisme fandom, dan keterampilan bahasa lintas budaya. Bagi sebagian besar Swith, ini bukan tentang musik saja. Ini soal eksistensi sosial, aktualisasi diri, dan kesempatan tampil di latar video fanbase dengan filter glowing.
Dari atas panggung, Isa menyimpulkan semuanya dengan tanya reflektif:
“Energi kalian dari mana sih datangnya?”
Pertanyaan bagus. Karena faktanya, energi itu datang dari kombinasi nasi padang siang tadi, bubble tea sebelum masuk venue, dan adrenalin murni dari kemungkinan dilirik oleh J meski cuma sepersekian detik.
Konser ditutup dengan lagu “Stay WITH me”, yang ironisnya membuat semua orang tidak ingin konser itu selesai. Sambil melambaikan tangan, para member StayC mengucapkan janji-janji manis untuk kembali. Janji yang tak perlu ditagih karena Swith Indonesia siap menyambut mereka kapan pun dengan teriakan yang lebih tinggi, outfit yang lebih meriah, dan pelafalan yang lebih sempurna dari native speaker.
“Mohon dukung terus ke depannya,” kata Isa. Tapi tanpa diminta pun, para Swith sudah siap menonton fancam, beli merchandise, translate lirik, dan membuat video reaction—bahkan sebelum konser usai.
Konser StayC di Jakarta adalah bukti bahwa dunia hiburan K-pop telah naik level dari sekadar tontonan jadi pengalaman totalitas emosional, fisik, dan linguistik. Di dalam venue, semua jadi satu: musik, cinta, air mata, stamina, sinyal ponsel, dan pelafalan Hangul yang lebih tajam dari kamus digital.
Tak salah jika ada yang bilang bahwa menghadiri konser K-pop kini setara dengan mengikuti ujian TOEFL, lari marathon, dan gladi resik acara budaya dalam satu malam. Bedanya, di akhir konser, yang didapat bukan sertifikat—melainkan memori, story Instagram, dan tenggorokan serak yang terasa seperti medali emas pribadi.
Dan untuk StayC, terima kasih sudah datang. Tapi bersiaplah, karena Swith Indonesia tidak akan pernah lupa. Mereka hafal lirik, hafal outfit kalian, dan mungkin, juga hafal jadwal flight kalian berikutnya.